Melihat Mata Hati dan Logika
Gadis mata satu tersebut berusaha mencari kebahagiaan sejatinya. Impian manis sewaktu kecil masih melambung tinggi. Senyum indahnya tidak pernah sirna di balik wajah dan impian polosnya. Dengan bermodalkan keinginan sederhana, dia tetap berusaha mengais dan mencari air jernih, akan tetapi dia dihadapkan oleh keadaan yang sangat menyedihkan. Kisah cinderella mengulang sukses drama sabun panggung sandiwara, bahkan memasuki episode penuh dramatis. Dia kembali terhentur kekalahan pahit, dikarenakan ketidakmampuannya menempuh pendidikan formal dan sukses.
Dirinya bertanya, kenapa ia kembali ke situasi dan keadaan yang sama. Namun kali ini adalah hal yang paling menyakitkan, diantara pengalaman sebelumnya, mata nanarnya hanya mampu berharap untuk mendapatkan pelukan dan kehangatan keluarga, dan pengertian dari calon pasangan. Namun yang didapat adalah pertengkaran, merasa tersudut. Pengertian dan pemahaman adalah perjalanan langka. Apakah meminta pelukan hangat adalah salah?! Kenapa dan mengapa selalu tidak ada yang mampu menerimanya dengan ketulusan. Dinamika memang tidak akan sama, tapi itulah hidup. Memang sulit menyatukan kasta, kultur dan rasa dari sebuah lini.
Derai air mata pun tak sanggup menampung, tak menemukan tempat berteduh. Perih hatinya, selalu menemukan ketersesatan dan keterasingan. Tidak merasa dimiliki sedikitpun dan memiliki akan sebuah kehangatan. Ratapan anak tiri pun tak akan mampu menghalau perasaan hancurnya. Mimpi manis tersebut sudah enggan menghampiri, seiring semilir angin yang pergi membawa secercah harapan.
Biarlah ini tersapu bersama jejak abu yang tidak membekas. Bagaikan lintasan, seperti kapal yang datang dan pergi.
Dirinya bertanya, apakah ego sosial adalah sebuah hasil dari refleksi sebuah dinasti kesuksesan ??. Apalah jadinya menjadi racun diantara bunga berduri. Sungguh ironis keadilan dan kebijaksanaan telah hilang bersama peradapan hedonisme.
Biarlah perjalanan akhir ini hanya dirinya yang mengetahui. Mungkin yang lain hanya memandang satu mata, seperti dirinya yang hanya mampu melihat dengan satu mata, namun selalu berusaha belajar memahami dari kedua mata seutuhnya. Sedih ucapnya dalam kegetiran, yang melihat dari kejauhan banyak orang yang sempurna panca indra dan penglihatan, akan tetapi hanya mampu melihat dengan sempit. Demi gengsi sosial dan martabat. Semua tidak terlihat indah dalam satu frame.Mereka memarginalinkan hati kecil. Serta dengan mudah mengkotak-kotakkan perbedaan. Senyum sinis menghampiri gadis tersebut. Dia melangkah mengikuti angin membawanya.
Selamat tinggal impian sederhana dan mungkin indah bila sakit itu tidak kembali terbuka.
Comments
Post a Comment