Poralitas Hidup Sesungguhnya Part II
Pengaruh agama dalam kehidupan saya cukup banyak, namun ada hal yang saya selalu cari dalam memuaskan intuisi dan kebenaran sejati. Yaitu berdasarkan kemajemukan suara hati, banyak ragam dan cakupan yang saya terima, namun prinsip adalah harga mati dalam menyesuaikan sentralisasi kepongahan dunia.
Hidup berporalitas dalam mencakup kaki-kaki alam yang berdiri tegak membahana bersama suara-suara sumbang. Kadang rutinitas yang saya temui atau saya lihat adalah bahwa bangunan tetap sama, namun yang berbeda adalah wajah-wajahnya.
Wajar saja, bangunan pun akan tua, dan akan tergeser, namun benda mati masih dapat di poles, sedang manusia masih dalam proses DEWASA, rasanya jiwa ini masih sama seperti 10 tahun lalu, namun di sekitar lingkungan serta aktifitas akan berubah.
Banyak yang datang, dan banyak pula yang pergi, bukan unsur nomaden, tapi kepergian itu bisa saja dengan alasan realistis, yaitu kematian, perpindahan, dan pertumbuhan manusia.
Kadang merindukan hal lampau yang belum lah puas untuk dijelajahi, tapi perputaran waktu demikianlah cepat. Ada hal yang begitu dalam yang ingin saya sampaikan yaitu "Wahai waktu, demikian cepat Kau berlalu. Masih banyak yang belum di capai atau dipelajari". Tapi itulah hidup tidak mungkin kita bermain dengan waktu atau bermain seperti anak berusia 3 tahun. Kehilangan orang terdekat, mampu menyadarkan sesuatu bahwa ketika merindukan orang tersebut, maka wajah dan kenangan akan terus hadir. Bahkan bila kita terus tinggal di tempat yang penuh kenangan.
Bagaimana bisa menghapus dengan mudah, di saat kita membutuhkan sebuah rensonasi dukungan baik moril atau materi. Tapi orang tersebut telah pergi menjauh, tidak meninggalkan jejak. Hanya senyum terindah yang akan selalu dikenang, betapa jauh rasa kehilangan itu mendalam dan menusuk hati seperti luka yang belum kering. Kehilangan itu adalah sesuatu yang tidak dapat terganti oleh materi yang selama ini banyak manusia agungkan.
Memang kita perlu dan sangat membutuhkan uang, untuk dapat melanjutkan kehidupan lebih baik, dan bagaimana kita mempola hidupkan lebih adil dan bijaksana.
Tapi berkumpul bersama dengan orang terdekat baik dalam keadaan susah senang adalah keindahan tersendiri dalam mencari suatu kesempurnaan. Hidup memang tidak akan indah seperti yang kita impikan, namun hidup mengajarkan kita bagaimana menjalani semua kegetiran dan kebahagiaan dengan cara yang bijaksana, tanpa berlebih dalam memasukinya.
Saya paham, dan saya dengar nasehat dan ocehan serta amarah yang selalu datang dalam hidup saya, tidak lain untuk menjaga saya dari keterpurukan, mampu menghadirkan saya sebagai manusia yang tangguh. Dalam kedewasaan ini, kadang ada ketakutan menjadi dewasa, ketidaksiapan itu adalah hal yang belum bisa saya gantikan dengan saya menjadi anak dari sebuah keluarga, atau memulai keluarga baru, dan melihat kematian dan kepergian.
Tapi hidup itu bagaikan roda, dan ketidaksiapan saya tidaklah harus menghentikan tumbuh kembang saya sebagai seorang Wanita DEWASA. Demikianlah saya mengambil hikmah dari kehidupan, banyak hal yang tidak kita inginkan datang, dan mengajari kita sebuah kekayaan hasanah. Ada banyak pemikiran yang pasti bersebrangan atau berbeda pengalaman dalam mencari arti HIDUP. Tapi buat saya kehidupan yang saya alami seperti seorang sufi, semua yang saya cita-citakan adalah MEMBUMI.
Terima kasih untuk AYAH HEBAT yang saya miliki, dan keluarga yang mengajarkan perbedaan. Bahagia ketika duduk bersama, dan berkumpul menjadi satu kesatuan. Dan kesalahan itu tidak mungkin dapat dihapus, MAAF tidak dapat menggantikan luka. Namun luka itu dapat mengingatkan betapa proses menuju dewasa telah dilalui
I LOVE AYAH dan IBU
Comments
Post a Comment