Emosi Diri
Selamat malam wahai dunia.. Sebenarnya ada hal yang ingin dibagikan, cuma ya itu, apa daya faktor usia dan sibuk banget di rumah. Jadi daya imajinasi berubah melemah.
Emosi adalah suatu ungkapan yang negatif bagi sebahagiaan umum. Tapi bagi saya emosi bisa dijadikan sebagai teman. Kadar emosi manusia tergantung bagaimana dia dapat mengolah kesabaran dan amarah menjadi kombinasi yang menarik, loh menarik dimananya?!. Contoh saya sendiri sangat gak sabaran.
Tipikal gampang emosi kalau melihat hal yang gak sesuai. Apalagi namanya ketidakadilan. Cocoknya saya memang bekerja di Badan Kemanusiaan. Hahaha
Contohnya saya adalah orang yang suka meledak-ledak. Hal ini dapat dianulir jika emosi dalam diri saya disalurkan ke hal-hal positif. Saya pun pernah bekerja di perusahaan agency iklan yang menuntut diri saya harus cepat dan sempurna.
Hal itu yang membawa saya dapat bekerja di dunia yang dinamis. Memang sejujurnya saya menyukai masuk ke dunia advertising dan sejenisnya. Selain hobi saya suka menulis dan membaca.
Jadi bagi setiap orang yang diambang batas limit atau merasa dirinya dianggap gila atau aneh. Kalian memang tidak sendiri. Saya pun pernah dan sedang dalam proses pemulihan.
Ada kalanya kita tidak mendapatkan sesuatu hal yang sesuai dengan impian atau ekspetasi kita sendiri. Maka diri kita pun akan melakukan sebuah reaksi ilmiah yaitu mengekspresikan dengan emosi. Apakah sebuah emosi dilatar belakangi dari segi materi, agama, duniawi atau hal pribadi misal sexsualitas.
Pejamkan mata kalian, keluarkanlah emosi dalam diri kita, kemudian menangislah. Berdoalah pasrahkan dan lalu lepaskanlah dengan keikhlasan. Memang tidak semudah membalikkan sebuah tangan. Hanya diri kita sendiri yang dapat memotivasi.
Kita mampu meraih apa yang menjadi impian dari diri sendiri yaitu berhak menjadi yang terbaik, bukan terburuk. Musuh kita adalah diri kita sendiri dan iblis pun akan senang menjadikan kita sebagai temannya agar kita dapat menyerupai manusia berhati iblis.
Bagi saya diri ini harus mampu merdeka secara hakiki. Saya juga terus melakukan langkah yang kongkrit, dengan berusaha mengintrospeksi dan menempatkan diri dalam dua perspektif. Untuk menemukan sebuah jawaban dari sisi objektivitas.
Kemudian pengalaman itupun adalah cara Tuhan mendidik kita menjadi lebih bijaksana. Saya memang gak perduli pencapaian untuk bisa meraih gengsi atau kedudukan di dunia. Bagi saya hidup saya adalah ketika diri ini bahagia dengan langkah yang tengah saya ambil . Serta melakukan semua hal dengan langkah positif dan juga benar-benar baik dari sisi agama, sosial. Kebebasan berpendapat diperlukan tanpa harus keluar dari batas.
Comments
Post a Comment