Puisi : Jakarta
pixabay.com |
Jakarta..
Ibukota yang penuh gejolak dinamis, terhampar ribuan wajah - wajah melankolis penuh pengharapan dalam sebuah realita pencapaian titik sukses. Terdampar dalam sudut dan lika liku ruang yang tak bertuan.
Retrotika dari keberagaman yang absurd, dimana membentuk sebuah budaya berkembang dengan skeptis dan monoton. Terlihat indah, namun menyimpan kemunafikan,
Kisi - kisi yang membentangkan aroma wajah penuh sinisme, sarkastis, dan feodal. Penjajah di negeri sendiri,
Keangkuhan terlihat dari gedung - gedung yang bertingkat, bertabur indah serta gemelap, ketika malam kian larut dan detak jantung kota bergejolak dalam hantaman dari larutan musik keras serta dentuman bising dari kemacetan jalan.
Aroma polusi adalah surga dari kemerosotan alam rendahnya evolusi bermasyarakat yang minim akan kebudayaan yang beradab.
pixabay.com |
Malam kian larut, aktifitas tak bergeming oleh kegiatan sosialita gaya masa kini, mencabik dentuman kantung - kantung kekayaan kelas atas, namun di sisi berbeda wajah kemerosotan memegang kendali dalam mencari sekeping koin emas.
Bus - bus yang tidak pernah sepi akan sandiwara dalam kekejaman ibukota. Penuh warna dalam mencari dominasi peliknya harapan dan asa.
Sedangkan mobil- mobil meluncur lebih menantang tajam bersama kamuflase yang tak berujung. Berhimpit dalam ruang lingkup madani,
Kaum diskriminasi yang jauh lebih mengkotak - kotakkan setiap lini dalam menjalin kemesraan ibukota. Sesaknya napas dalam menghirup busuknya perhelatan kaum konspirasi kaum elit
Semua hanya bisa terdiam acap kali helaan napas membeludak dan berakhir ricuh, namun tidak ada tanda - tanda kehidupan kemerdekaan dari jiwa yg merdeka.
Hanya sebuah keterpurukan sebuah obligasi penyimpanan cita - cita demokrasi berbalut politis yang berkedok kerajaan elit kepentingan sayap kanan.
Jakarta...
Namamu akan terus mewangi dalam kelengkapan manusia yang berevolusi. Dan sejarah akan mencetak tinta emas, ketika semua ini tinggalah jejak dan penelusuran dari sebuah objektifitas titian antara kehidupan yang sebenarnya
Pengharapan tidak berhenti dalam kurun yang begitu lama atau sebentar, tapi tumbuh dengan proses yang begitu berliku dan beragam, bahwa jakarta adalah jejak awal dalam metamorfosis keseimbangan manusia dan materi.
Wacana diambil ketika duduk di tangga gedung
100311
indah - Slipi sudirman
Mantap betul puisinya.
ReplyDelete